Jumat, 14 Agustus 2009

Cinta Seorang Ibu

Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya.
Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi

Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi

Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”

Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya

Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung
pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi

Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya”

Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan
Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman

Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 manyaksikan hukuman tersebut Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya

Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba

Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang

Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada
Saat mereka semua sedang bingung, tiba2 dari tali lonceng itu mengalir darah Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat

Dengan jantung berdebar2 seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah

Tahukah anda apa yang terjadi?

Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah
dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi,
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata
Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan
Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya

Demikianlah sangat jelas kasih seorang ibu utk anaknya Betapapun jahat si anak, ia tetap mengasihi sepenuh hidupnya.

Marilah kita mengasihi orang tua kita masing masing selagi kita masih mampu
karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini

Sesuatu untuk dijadikan renungan utk kita..

Agar kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang t ida k bisa dinilai dengan apapun

There is a story living in us that speaks of our place in the world

It is a story that invites us to love what we love and simply be ourselves

Ambillah waktu untuk berpikir, itu adalah sumber kekuatan
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati
Ambillah waktu untuk memberi, itu membuat hidup terasa berarti
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan

Gunakan waktu sebaik mungkin, karena waktu tidak akan bisa diputar kembali



sumber : http://www.motivasi.web.id/?p=89

Kamis, 06 Agustus 2009

Pasir & Pahatan Batu

Suatu ketika, ada sepasang pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Mereka, kini tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang, hanya ada horison pasir yang terbentang. Tapak-tapak kaki yang ada di belakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti kurva garis, yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu-debu pasir menerpa tubuh, dan membuat mereka berjalan merunduk, agar terhindar dari badai kecil itu. Tiba-tiba, ada sebuah badai besar yang datang. Hembusannya sangat kuat, membuat tubuh mereka bergoyang, dan limbung. Terpaan yang begitu kuat segera membuat ujung-ujung pakaian mereka berkibar-kibar, mengelepak, dan mendorong tubuh mereka ke arah belakang. Untunglah, mereka saling berpegangan, dan dapat bertahan dari badai itu. Namun, ada musibah lain yang menimpa mereka. Bekal minum mereka terbuka, dan terbawa angin yang kuat tadi. ‘Ah... kita akan mati kehausan disini, ‘ujar seorang pengembara.

Lelah bertahan seusai badai, keduanya duduk tercenung, menyesalkan hilangnya bekal minum mereka. Seseorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. ‘Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.’ Pengembara yang lain tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya. Badai sudah benar-benar usai, dan keduanya pun melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang, mereka melihat sebuah oasis di kejauhan. ‘Kita selamat, seru seorang pengembara, ‘lihat, ada air disana.’ Mereka setengah berlari ke arah air itu. Untunglah, itu bukan fatamorgana. Tampaklah sebuah kolam kecil dengan air yang cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan. Sambil beristirahat, pengembara yang sama mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat di atas sebuah batu. ‘Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.’

Merasa bingung dengan tingkah sahabatnya, pengembara yang lain mulai bertanya. ‘Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau menulis di atas pasir saat kita kehilangan bekal minum?’ Tersenyum mendengar pertanyaan itu, sang sahabat mulai menjawab. ‘Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dalam pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus.’ ‘Namun, ingatlah, saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dalam batu, agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.’

Keduanya kembali tersenyum. Bekal minuman telah cukup, dan mereka pun kembali meneruskan perjalanan mereka.

Teman, ada kalanya memang, kita menemui kesedihan dan kebahagiaan. Ada kalanya, keduanya hadir berselang-seling, saling berganti mewarnai panjangnya jalan hidup ini. Keduanya, saya yakin, memberikan kita semacam memori yang kerap membuat kita terkenang. Namun, adakah kita mau bersikap seperti pengembara tadi? Maukah kita menjadi seorang yang pemaaf, yang mampu untuk menuliskan setiap kesedihan dalam pasir, agar angin keikhlasan mampu membawanya pergi?
Maukah kita menjadi seorang yang tegar, yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan?
Dan teman, cobalah pula untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu dalam kekokohan hati kita, agar tak ada apapun yang mampu menghapusnya. Torehlah semua kenangan kebahagiaan itu, agar tidak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya.
Saya yakin, angin kebahagiaan dan keikhlasan, akan mampu menggantikan tulisan kesedihan kita di atas pasir kesusahan. Sementara, pahatan kebahagiaan kita, akan selalu terkenang dan membuat kita optimis dalam menjalani panjangnya hidup ini.

Rabu, 29 Juli 2009

Cinta seorang ayah terhadap anaknya

Nak….., menjadi ayah itu indah dan mulia, dengan itu aku bangga. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang besar dan indah itu karena didasari sebuah cinta. Meskipun demikian, ketahuilah, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi ku akui, betapa sepanjang masa kehadiranmu disisiku, aku seperti menemui makna keberadaanku dan tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah suatu masa terindah dan paling aku banggakan dihadapan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan sekalipun aku membanggakanmu ketika aku duduk berduaan denganmu dihadapanNya, hingga saat usia senja menanti.

Nak…. ., saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan cinta ibumu. Sebagai bukti dan pengikat bahwa aku dan ibumu tak akan pernah terpisahkan oleh apapun dan siapapun. Tapi…., seiring waktu berjalan, ketika engkau tumbuh besar dan telah pula pandai bicara, ketika engkau telah mampu membantah suruhanku dengan kata “ ‘NDAK MAU “ tersentak didadaku…! Hingga membuat diriku tersadarkan siapa engkau sesungguhnya…… Engkau ternyata bukan milikku, bukan pula milik istriku ibumu, engkau adalah milik Allah yang dititipkan kepadaku. Dari itu tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdian sesungguhnya hanya patut untukNya.

Sejak saat itu, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Tugasku bukanlah membuatmu dikagumi orang lain, tapi tugasku sebenarnya adalah membuatmu dicintai Allah, untuk itu aku harus mendekatkanmu kepadaNya….. Inilah usaha terberatku, karena disitu artinya aku harus terlebih dahulu memberikan contoh kepadamu bagaimana mendekatkan diri denganNya. Keinginanku harus sesuai dengan keinginanNya Sang Pemilikmu agar perjalananku untuk mendekatkanmu kepadaNya tak lagi terlalu sulit.

Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua bergandengan dengan ibumu, tak pernah engkau kami biarkan tersandung kerikil tajam, terperosok kelembah hitam. Kugenggam jemarimu kupeluk jiwamu, agar dapat kau rasakan hangatnya perjalanan rohani ini. Saat engkau mengeluh letih berjalan, kutarik engkau dengan belaian sayang karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mendekat denganNya tak kenal letih tak kenal berhenti. Berhenti berarti mati mata hati. Inilah kata-kataku……. Acap kali kubelai kupeluk dan kuusap air matamu ketika engkau hampir putus asa.

Akhirnya nak….., kalau nanti…… , ketika semua manusia dikumpulkan dihadapanNya di padang mahsyar, kudapati jarakku amat jauh dariNya, aku ikhlas, aku rela dan aku ridho, karena seperti itulah aku di dunia. Tapi kalau boleh aku berharap…… aku ingin melihatmu disaat itu engkau berada dalam pelukanNya dekat sekali dengan Kasih dan CintaNya.

Bangga aku, aku bangga, karena itulah bukti bahwa engkau yang dititipkan kepadaku telah dapat pula aku kembalikan kepada PemilikNya Allah Rabbul ‘Alamin.
 

Mengenai Saya

Foto saya
Just a simple girl,just that :D
Powered By Blogger

Great Morning ©  Copyright by si sakuragi | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks